IRENA dibentuk, Indonesia tak ikut (IRENA has been founded, Indonesia is not on board)

3 03 2009

IRENA adalah singkatan dari International Renewable Energy Agency, sebuah organisasi dunia yang baru dibentuk di Bonn, Jerman 26 Januari 2009 lalu, dan merupakan satu-satunya kerjasama multilateral di bidang energi terbarukan. Tujuan utama IRENA adalah membantu negara-negara anggota dalam menentukan strategi pengembangan energi terbarukan di masa datang.

Tujuh puluh enam negara telah menandatangani kesediaan menjadi anggota pada saat IRENA dibentuk, termasuk negara-negara berpengaruh seperti Austria, Denmark, Perancis, Israel, Italia, Belanda, Korea, Portugal, Spanyol, Swedia, dan tentu saja German, dll. Beberapa negara berkembang juga telah menjadi anggota, antara laian Argentina, Congo, Mesir, Ghana, Iran, Nepal, Filipina, Turki, dll.

Namun disayangkan, beberapa negara penting justru belum menjadi anggota,  misalnya, Amerika Serikat, Australia, China, India, Jepang, Inggris, Kanada, Brazil, Malaysia, Selandia Baru, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Swiss, Thailand, dll. Negara-negara ini menghadiri konferensi hanya sebagai pengamat.

Bagaimana Indonesia

Walaupun Indonesia mengirimkan delegasi ke Konferensi Pendirian IRENA, tapi hanya sebagai pengamat dan Indonesia tidak menandatangani piagam kesediaan penjadi anggota. Alasan utamanya adalah alasan klasik, bahwa delegasi Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani piagam keanggotaan. Jelas, karena yang diutus ke konferensi adalah sekretaris kedutaan Indonesia di Jerman. Padahal delegasi mesti mengantongi kuasa penuh dari pemerintah pusat untuk menandatangani piagam keanggotaan. Kewenangan inilah yang tidak dimiliki delegasi Indonesia.

Dalam Konferensi persiapan pembentukan IRENA bulan April 2008, Indonesia tampil lebih baik. Saat itu pemerintah mengutus Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Ir. Ratna Ariati MSc, Kapuslitbang Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan, DESDM, dan wakil dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin. Tapi entah mengapa ketika Konferensi Pembentukan, Indonesia hanya diwakili staff Kedutaan di Berlin.

Pemerintah tidak mengutus pejabat yang berwenang jelas menggambarkan ketidakseriusan pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan, sekaligus menguatkan bukti bahwa pengembangan energi terbarukan hanya dijadikan sebagai kegiatan sampingan pemerintah. Padahal kerusakan lingkungan akibat kegiatan terkait energi di Indonesia sudah amat parah dan kriris energi fosil sudh di depan mata. Sikap ini menunjukkan ambiguitas, karena di sisi lain Indonesia memiliki Kebijakan Energi Hijau dengan target 17% energi terbarukan tahun 2020. Juga, dalam banyak kesempatan pejabat pemerintah sering mengatakan “kita komit terhadap pengembangan energi terbarukan.”

Bisa saja pemerintah tidak melihat pentingnya menjadi anggota IRENA dengan alasan tertentu. Tapi mestinya pemerintah melihat peluang besar dengan menjadi anggota IRENA. Jaringan kejasama intenasional di bidang ini tidak  hanya akan memudahkan Indonesia dalam transfer teknologi, tapi juga memudahkan dalam penyusunan kebijakan, dan peluang menarik investasi di bidang ini.

Entahlah, apapun alasan pemerintah kita, mudah-mudahan adalah alasan yang kuat, bukan karena lupa/abai mengirim delegasi yang berkuasa penuh. Kalaupun itulah alasannya, masih ada peluan untuk menjadi anggota IRENA. Contohnya Belarusia yang menjadi anggota sebulah setelah IRENA didirikan.

Untuk mengetahui informasi yang lebih detail tentang IRENA, silahkan klik tulisan saya di sini.


Actions

Information

Leave a comment