Mengubah sampah menjadi listrik (From wastes to electricity)

25 01 2009

Tentu kita belum lupa tragedi Leuwigajah. Leuwigajah adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah kota Bandung. Bulan Februari 2005 bukit sampah setinggi 30 meter di TPA ini longsor, menelan korban jiba lebih dari 100 penduduk lokal dan mengakibatkan kerugian material dan merusak lingkungan sekitar TPA tersebut.

Sebenarnya sampah kota bisa diolah supaya memberikan mafaat bagi manusia. Teknologi untuk melakukan hal tersebut sudah ada dan sudah diterapkan di banyak kota dan negara. Tulisan ini menceritakan pengalaman saya beberapa minggu lalu mengunjungi lokasi pembangkit listrik tenaga biogas dari TPA di Perth, Western Australia. Kunjungan ini digagas dalam rangka mengajak jalan-jalan dua orang mahasiswa S3 USU Medan dan IPB Bogor yang sedang mengikuti penelitian singkat di Universitas Murdoch tempat saya belajar. Ditemani Direktur dan salah satu peneliti di Environmental Technology Centre (ETC) Universitas Murdoch, kami mengunjungi satu dari lima pembangkit milik LGP di kawasan Canning Vale, diterima oleh salah satu pegawai LGP yang sedang bertugas. Oh ya, ETC Universitas Murdoch adalah salah satu dari hanya lima ETC yang didirikan PBB (lewat UNEP-IETC) di seluruh dunia.

Perusahaan pembangkit listrik dari TPA ini bernama Landfill Gas and Power Pty Ltd disingkat LGP, sebuah perusahaan swasta milik ACE Holdings Australia. Mulai beroperasi sejah 1993, LGP telah menjadi salah satu pemimpin di pasar energi terbarukan Australia. Mereka bukan hanya bermain di bisnis pembangkit listrik, tapi juga berkontribusi mengurangi emisi CO2 dan methane ke atmosfer. Perlu diketahui bahwa methane adalah gas berbahaya yang dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPA. Bahaya bagi kehidupan dan bagi atmosfer. Kontribusi methan terhadap pemanasan global sekitar 21 kali lebih besar daripada CO2.

Setahun, LGP menghasilkan listrik sekitar 75 GWh dari tiga pembangkit merk Catterpilar di Canning Vale, dijual lewat jaringan listrik pemerintah (Western Power) ke pelanggan khusus seperti kantor-kantor pemerintah lokal dan industri-industri skala kecil dan menengah.

Setelah beroperasi selama 16 tahun, pembangkit LGP Canning Vale sudah memasuki tahap akhir dari kontrak yang dimilikinya. Produksi gas mulai turun, demikian juga dengan produksi listrik. Untuk memperpanjang “umur”nya sebelum pindah ke lokasi lain, pihak LGP Canning Vale sedang menjajaki kemungkinan memanfaatkan panas terbuang dari ketiga mesin yang mereka miliki. Setiap mesin melepaskan panas hingga 600 dejarat Celsius pada cerobong asapnya. Salah satu aplikasi yang sedang dijajaki adalah menggunakan panas untuk pembangkit listrik skala lebih kecil.

Foto-foto berikut diambil saat kunjungan ke LGP Canning Vale. Klik pada foto untuk memperbesar. Saya menyandang tas hitam, berbaju lengan pendek.

Apakah Indonesia tertarik mengubah sampah-sampah kota menjadi listrik? Kita tunggu gebrakannya.





Pro Kontra Biofuels

23 12 2007

098.jpgPro kontra biofuel (bahan baker nabati) nampaknya berlanjut. Tidak sedikit yang meragukan efektivitas, keekonomian dan kesinambungan lingkungan sumber energi terbarukan (ET) satu ini. Namun banyak juga yang optimis. (Foto kiri: tebu bahan bakan biofuel)

Berikut adalah kisah yang mengelaborasi kedua pendapat, dicuplik secara bebas dari sebuah artikel di Worldofrenewables (http://www.worldofrenewables.com/index.php?s=4213a4e5221705fa304b4b5452529362&do=viewarticle&artid=910&title=biofuels-and-sustainability-biofuels-boom-or-bust).

· Biofuel (terutama ethanol dan biodiesel) diperkirakan booming di Amerika Latin. Kawasan ini secara alamiah memiliki prospek bagus untuk pengembangan biofuel; kawasan pertanian luas, tanah subur, tenaga kerja murah. Jenis tanaman utama yang prospek adalah tebu dan kacang kedelai.

· Pemerintah Brazil mengembangkan biofuel sejak tahun 70an ketika harga minyak mentah melambung. Sebuah terobosan berani.

· Kini, 8 dari 10 mobil baru di Brazil memiki mesin fleksibel, alias dapat menggunakan BBM biasa sekaligus ethanol.

· Di kawasan selatan Brazil, yang merupakan pusat perkebunan tebu, kini beroperasi 400an pabrik ethanol.

· Konsumsi ethanol di Brazil diupayakan meningkat dari 14 Miliar liter tahun 2006 menjadi 39 Miliar liter tahun 2012.

· Isu ini juga merambah ke dunia olah raga. Pada musim perlombaan Formula 1 tahun 2008 ini, tim AT&T William akan menggunakan mobil menggunakan campuran biofuel, disponsori oleh Petrobras, produsen biofuel Brazil. Petrobras menyebut biofuel sebagai “green gold.”

· Selain Brazil, beberapa negara di kawasan tersebut juga mengikuti langkah sukses Brazil.

· Awal 2007 Argentina membuat peraturan yang menawarkan keringanan pajak dan insentif lain kepada produsen biofuel.

· Negara-negara Costa Rica, Colombia, El Salvador, Jamaica, Venezuela, Peru, Paraguay, Ecuador, Cuba dan Venezuela sedang memulai pengembangan biofuel. Satu-satunya negara yang menutup pintu di kawasan ini adalah Mexico.

099.jpgApa kata kritikus?

· Pemanfaatan lahan untuk pengembangan biofuel akan menaikkan harga-harga bahan makanan yang ujung-ujungnya dapat menyebabkan kelangkaan pangan. Yang lain mengatakan upaya ini akan mempercepat deforestasi, kesulitan air dan erosi. (Foto kiri: kacang kedelai bahan baku biofuel. Sumber: http://cropwatch.unl.edu/photos/cwphoto/crop05-6soybean.jpg)

· Oktober 2007 Pelapor Khusus untuk PBB (UN Special Rapporteu) menyebut pengembangan biofuel sebagai “kejahatan kemanusiaan” karena mendorong melambungnya harga-harga sereal dan bahan makanan lain. Dia mengusulkan moratorium biofuel dalam 5 tahun ke depan dan mendesak ilmuwan mencari cara lain memproduksi ethanol selain dari tumbuhan.

· Seiring meningkatnya harga bahan baku pertanian, harga biofuel juga naik. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), organisasi negara-negara maju yang amat berpengaruh melaporkan kenaikan harga biofuel 20-50 % hingga 2016. Artinya, terbuka kemungkinan harga biofuel tidak jauh beda dibanding harga BBM. Jika tidak ada regulasi yang bagus, persoalan ini, plus persoalan oversupply tak dapat dihindari.

100.jpgKomentar saya.

· Keunggulan utama biofuel adalah karena dia terbarukan. Jika dikelola dengan baik, maka ketersediaannya tidak putus-putus. (Foto kiri: Jarak pagar bahan baku biofuel. Sumber: http://www.rain-tree.com/Plant-Images/Jatropha_curcas_p2.jpg)

· Menggantikan semua BBM dengan biofuel memang merupakan keinginan yang terlalu ambisius. Menurut saya, minimal 20 tahun ke depan, biofuel dapat memainkan peran penting dalam struktur energy mix nasional. Katakanlah sector industri diwajibkan beralih dari BBM ke biofuel. Ini baru keinginan yang realistis.

· Pertumbuhan penduduk yang cepat memberi tekanan pada kebutuhan ruang hidup yang lebih luas, dan pada gilirannya membutuhkan lahan yang lebih luas pula untuk memproduksi makanan. Pengembanggan biofuel secara massive memang akan bentrok dengan kebutuhan di atas. Solusinya, karena biofuel hanya akan menjadi komponen dalam energy mix, lahannya dapat menggunakan lahan kritis atau lahan marginal. Sebab sebagian besar tanaman biofuel dapat tumbuh di lahan seperti itu.

Semoga bermanfaat